Sabtu, 01 Oktober 2011

Paradigm Shift

A. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu.
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan
dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu
study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset.
Dalam “The structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua
pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma
menunjukkan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit jika
digunakan sebagai model, pola, atau dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai
dasar bagi pemecahan masalah dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma
merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis.
Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan
teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma
membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan
aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
B. Pandangan Kuhn tentang perkembangan Ilmu (open ended).
Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang
telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta
mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik. Dalam
teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan.
Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan
demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah
sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara
kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik.
Kuhn memberikan image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam
bebeapa stage, yaitu :
Pra paradigma – Pra ilmu – Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi- Paradigma
Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali- Krisis – Revolusi.
1. Pra paradigma-Pra ilmu
Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck
matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak
adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori
(fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak
terorganisir. Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu atau
lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Teori Epicurus, teori Aristoteles,
atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel yang keluar dari
benda-benda yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari medium yang
menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan cahaya sebagai interaksi
antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada kombinasi dan modifikasi
lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-sendiri. Sehingga sejumlah teori
boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa
wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri.
Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak
terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut halini tetap memberikan sumbangan yang
penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal akan
diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal diterima, maka
jalan menuju normal science mulai ditemukan.
Dengan kemampuan paradigma dalam membanding penyelidikan, menentukan teknik
memecahkan masalah, dan prosedur-prosedur riset, maka ia dapat menerima (mengatasi)
ketergantungan observasi pada teori.
2. Paradigma normal science
Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para
ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang
membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal yang telah diterima
tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi.
Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya definisi
yang ketat, meskipun demkian, didalam paradigma tersebut tercakup :
Beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan
asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian
paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma yang
telah membentuk teori elektromagnetik klasik.
Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe
situasi.
Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukumhukum
paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri.
Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu
paradigma.
Bebrapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-teki
science.
Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma
dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan tekateki
science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis (dalam
paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani gerak suatu
planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi yang sesuai untuk
penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan
keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan
pengukuran yang dapat dipercaya.
Dalam stage ini terdapat tiga fokus yang normal bagi penelitian science faktual, yaitu :
a) Menentukan fakta yang penting.
b) Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata
ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapkan dan menyususn
masalah-masalah yang harus dipecahkan; seringkali paradigma itu secara implisit terlibat
langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut.
c) Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih
tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja.
Barangkali ciri yang paling menonjol dari masalah riset yang normal dalam stage ini adalah
betapa sedikitnya masalah-masalah itu ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru
yang besar, yang konseptual atau yang hebat tetapi; normal science sasarannya adalah
memecahkan teka-teki dan masalah-masalah science. Teka-teki tersebut harus ditandai oleh
kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki
science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan
paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan
sebagai falsifikasi suatu paradigma.
Dalam pemecahan teka-teki dan masalah science normal, jika dijumpai problem, kelainan,
kegagalan (anomali) yang tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis.
Sebaliknya jika sejumlah anomali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh
paradigma muncul secara terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini
akan mendatangkan suatu krisis.
3. Krisis Revolusi
Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan
penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali
muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru.
Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan
kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-anomali
tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan
terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada
perubahan paradigma (revolusi).
Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali
tersebut :
a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih menentang
usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.
b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang
mendesak.
Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teoriteori
baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan
metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi
dubuis dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan
kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan
paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya suatu
paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula.
Setiap krisis selalu diawali dengan penngkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-kaidah
riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul, setidak-tidaknya
sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui dengan tegas.
Karya Lavoisier menyajikan kasus seperti itu. Notanya yang disegel diserahkan kepada akademi
Prancis kurang dari satu tahun setelah studi pertamanya yang seksama tentang perbandingan
Barat dalam teori Flegiston dan sebelum publikasi-publikasi Priestley secara tuntas menyingkap
krisis dalam kimia pneumatic. Demikian halnya dengan Thomas Young tentang teori gelombang
dari cahaya, muncul pada tahap awal sekali ketika krisis dalam optika sedang berkembang.
Persaingan antara paradigma yang telah dianut dan paradigma rival yang muncul, menandai
adanya kegawatan suatu krisis. Paradigma-paradigma yang bersaing akan memandang berbagai
macam pertanyaan sebagai hal yang sah dan penuh arti dilihat dari masing-masing paradigma.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai beratnya phlogiston adalah penting bagi para ahli teori
phlogiston, tetapi hampa bagi Lavoisier. Soal “aksi” pada suatu jarak yang tidak dapat
diterangkan itu, diterima oleh kaum Newton, tetapi ditolak oleh kaum Cartesian sebagai hal yang
metafisis bahkan gaib. Gerak tanpa sebab adalah mustahil bagi Aristoteles, tetapi dipandang
sebagai aksiomatik bagi Newton.
Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal
yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang berlainan
dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam semesta ini
terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi dan tidak
berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah). Paradigma yang
muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material yang sama. Kuhn
beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival) hidup di dalam dunia
yang berlainan.
Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing
tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak ada
argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma atas
lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan
perpindahan paradigma.
Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain
disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama
sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama).
Tidak adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan
mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :
a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori
ilmiah.
b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip
metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.
Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada
beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :
- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak
- Kemampuan memecahkan problem khusus
- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan
karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktorfaktor
yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma
adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal
itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis.
Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan
inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Kuhn,
perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni
membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan.
Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas kemampuannya
memecahkan masalah untuk masa depan.
Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan
paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru dan
berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding paradigma
klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi
ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai
pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan
paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di
masa depan.
Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya
dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan
paradigmanya walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan
science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap
sebagai ilmuan biasa.
Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan
(anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar
dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut.
C. Komentar Singkat tentang Konsep Science Kuhn
Konsep Kuhn tentang science progres yang terdapat dalam bukunya “The Structure Of Scientific
Revolution yang berpusat pada paradigma, telah mendobrak adanya citra suatu pencapaian
ilmiah yang absolut, atau suatu yang mempunyai kebenaran seakan-akan suigeneris dan objektif.
Kuhn menyatakan bahwa, pengetahuan tidak terlepas dari ruang dan waktu.
Konsep dan pandangan Kuhn tentang science progres tersebut memungkinkan terjadinya
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan revolusi besar menuju ke arah yang makin
mendekati kesempurnaan dan lebih sesuai dengan kondisi sejarah dan zaman.
Dengan konsep paradigmanya yang fleksibel dan tidak ketat di satu sisi, mampu mendukung
adanya tradisi-tradisi ilmiah dan melepaskan adanya ketergantungan observasi pada teori. Di sisi
lain, sifat paradigma yang tidak sempurna dan tidak terbebas dari anomali-anomali, mampu
mendorong terjadinya suatu revolusi science dan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan yang
pesat.
Jika mengikuti model konsep Kuhn tentang perkembangan ilmu tersebut, maka adalah suatu
kekeliruan serius jika seorang ilmuan hanya memegang satu paradigma klasik saja, sedang
anomali-anomali menyerang paradigmanya secara fundamental, walaupun tidak ada argumen
logis yang dapat memaksa ilmuan untuk melakukan konversi paradigma.
1. Paradigma lahir menurut zamannya
Setiap paradigma yang muncul adalah diperuntukkan mengatasi dan menjawab teka-teki atau
permasalahan yang dihadapi pada zaman tertentu. Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu
pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya
cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentusaja. Sehingga apabila
dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari
satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu keharusan.
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-usaha dalam menemukan
paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai perkembangan zaman
terus dilakukan. Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma perilaku sosial, dan
paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan berlawanan
diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat memecahkan permasalahan yang
lebih kompleks seiring dengan perkembangan zaman.
Dari hal tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam bidang tertentu jika terjadi
revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan dari paradigma klasik ke paradigma baru.
2. Aplikasi Paradigma dalam Ilmu Agama
Mungkinkan revolusi yang ditandai konversi paradigma tersebut terjadi dalam ilmu-ilmu agama?
Pertanyaan itu paling tidak mengingatkan kita pada sejarah penetapan hukum oleh salah satu
imam mazhab empat yang terkenal dengan qaul qadim dan jadidnya. Adanya perubahan
(revolusi) tersebut terjadi karena dihadapkan pada perbedaan varian kondisi ruang dan waktu.
Berpijak pada hal tersebut dan pola yang dikembangkan Kuhn maka sudah menjadi keniscayaan
untuk menemukan paradigma baru dalam menjawab permasalahan dan tantangan zaman.
Paradigma yang telah dibuat pijakan oleh para ulama terdahulu yang muncul sesuai dengan
varian kondisi ruang dan waktunya serta kecenderungan profesionalnya perlu dipertanyakan
dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat terakhir ini.
Sebagai contoh, pemikir muslim Hasan Hanafi dengan konsep kiri Islamnya, telah mencoba
menawarkan paradigma baru dalam ajaran pokok Islam, yakni Tauhid. Konsep atau ajaran
Tauhid yang hanya dipandang dan dilekatkan pada ke-Esaan Tuhan perlu dirubah dan diperluas
sebagai suatu konsep ketauhidanmakhlukNya sehingga akan terbentuk pola kehidupan umat
yang seimbang antara ritual dan sosial, lahir dan batin, dunia dan akherat. Sehingga umat dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia dengan baik. Dan masih banyak lagi bidang-bidang
yangperlu adanya pengembangan paradigma baru.
Ritzer dalam zamroni, membuat pengertian tentang paradigma yaitu pandangan yang mendasar dari
para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu
pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa
komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
(ahmad sihabudin dalam Jurnal Kampus Tercinta, 1996 : 43).
Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial dianggap sebagai barang
sesuatu yang berbeda dengan ide yang menjadi obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak
dapat dipahami melalui kegiatan mental murni. Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan
data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat dilihat, ditangkap dan diobservasi,
2. dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia hanya muncul
dalam kesadaran manusia (zamroni, 1992:24)
penjelasan paradigma definisi sosial bersumber dari karya Weber yang konsepsinya tentang fakta sosial
sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara struktur sosial dengan
pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk membentuk tindakan manusia yang
penuh makna (Zamroni, 1992 : 53)
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya sehingga akan membentuk citra subyektif seseorang—mengenai realita—dan akhirnya
akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Paradigma merupakan istilah yang
dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution (Chicago: The
Univesity of Chicago Prerss, 1970). Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau
pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Pemikir lain seperti Patton
(1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama dengan Khun, yaitu sebagai “a world view, a
general perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world [suatu pandangan
dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata].”
Kemudian Robert Friedrichs (1970) mempertegas definisi tersebut sebagai suatu pandangan yang
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai
pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
a. Arti Etimologis
Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal.
Berasal dari kata para yang berarti di samping memperlihatkan dirinya.
Arti paradigma ditinjau dari asal usul beberapa bahasa diantaranya:
 Menurut bahasa Inggris – paradigma berarti keadaan lingkungan.
 Menurut bahasa Yunani – paradigma yakni para yang berarti disamping di sebelah dan
dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketip, dan ideal.
 Menurut kamus psycologi – paradigma diartikan sebagai
1) Satu model atau pola untuk mendemontrasikan semua fungsi yang memungkinkan ada
dari apa yang tersajikan,
2) Rencana riset berdasarkan konsep-konsep khusus, dan
3) Satu bentuk eksperimental.
b. Arti Terminologis
Secara terminologis arti paradigma sebagai berikut:
 Paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan
konseptual terhadap suatu permasalah dengan menggunakan teore formal, eksperimentasi
dan metode keilmuan yang terpercaya.
 Dasar-dasar untuk menyeleksi problem dan pola untuk mencari permasalahan riset.
 Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya, yang merupakan
persfektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalah-masalah dunia nyata yang
kompleks.
c. C.J. Ritzer
Menurut C.J. Ritzer paradigma merupakan pandangan mendasar para ilmuawan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan yang seharusnya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan dua pendapat di atas, paradigma dapat digunakan dalam khasanah keilmuan
sebagai model, pola, dan ideal. Dari berbagai model, pola, dan ideal itulah penomena yang
dijelaskan paradigma tertentu menjadi dasar untuk menyeleksi berbagai problem serta polapola
untuk mencari dan menemukan problemriset.
Kesimpulan: Secara etimologi arti paradigma adalah suatu model dalam teori ilmu pengetahuan
atau kerangka berpikir.
Kesimpulan: Secara terminologi paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuwan tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu
pengetahuan.
Menurut Saya Shift Paradigm adalah Pola Pikir untuk memecahkan masalah yang sedang anda
hadapi.
Sumber :
http://google.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Paradigm_shift

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resistance Bands, Free Blogger Templates