Rabu, 05 Oktober 2011

ILMU PENGETAHUAN

Membicarakan masalah ilmu pengetahuan beserta definisinya ternyata tidak semudah
dengan yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum
dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih
berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara
(cabang) ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara
mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda,
terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau
inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
MENGALIR ke masa depan bak banjir cepat yang penuh kekuatan dan daya hidup, dan
terkadang menyerupai taman mempesona, alam semesta ini seperti buku yang dipersembahkan
kepada kita untuk dipelajari, sebuah pameran untuk disaksikan, dan sebuah amanah yang
dipercayakan kepada kita dengan kebolehan mengambil manfaat darinya. Dengan mempelajari
makna dan isi amanah ini, kita harus menggunakannya dengan cara yang bermanfaat bagi
generasi masa depan serta generasi sekarang. Jika kita mau, kita dapat mengartikan ilmu
pengetahuan sebagai hubungan sebagaimana diidamkan di atas antara manusia dan dunia ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang
tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual
Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui prestasi
negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi
perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad Kebangkitan.
Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju kebahagian akhirat tanpa
mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan terperinci tentang
alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda
yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa
ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya dikemukakan sebagai
pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman Renaissance terutama adalah
antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama.
Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan
cinta dan pemikiran untuk menemukan kebenaran.
Sebelum Kristen, Islam adalah pembawa obor pengetahuan ilmiah. Pemikiran agama yang
memancar dari kebahagian akhirat, dan cinta serta semangat yang muncul dari pemikiran itu,
yang disertai rasa kefakiran dan ketidakberdayaan di hadapan Pencipta Mahakekal, berada di
balik kemajuan ilmiah besar selama 500-tahun yang tersaksikan di dunia Islam hingga akhir abad
kedua belas. Gagasan ilmu pengetahuan berdasarkan Wahyu Ilahi, yang mendorong penelitian
ilmiah di dunia Islam, dipersembahkan nyaris sempurna oleh tokoh-tokoh terkemuka zaman itu,
yang tenggelam dalam pikiran tentang kebahagiaan akhirat, meneliti alam semesta tanpa kenal
lelah untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Ketaatan mereka kepada Wahyu Ilahi menyebabkan
kecerdasan yang berasal dari Wahyu itu memancarkan cahaya yang memunculkan gagasan baru
ilmu pengetahuan di dalam jiwa manusia.
Jika gagasan ilmu pengetahuan, yang diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat seolah
merupakan bagian dari risalah Ilahi, dan yang dipelajari dengan semangat ibadah, tidak pernah
terkena serangan Mongol yang menghancurkan serta terpaan Perang Salib yang tak berbelas
kasih dari Eropa, maka dunia hari ini akan lebih tercerahkan, memiliki kehidupan intelektual
yang lebih kaya, teknologi yang lebih sehat, dan ilmu pengetahuan yang lebih menjanjikan. Saya
katakan ini karena gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai
kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab dalam rangka
meraih ridha ALLAH.
Cinta akan kebenaran mengarahkan penelitian ilmiah sejati. Ini berarti mendekati alam semesta
tanpa pertimbangan keuntungan materi dan balasan duniawi, dan mengamati dan mengenalinya
sebagaimana kenyataan sebenarnya. Sementara mereka yang dilengkapi dengan cinta seperti itu
dapat mencapai tujuan akhir dari penelitian mereka, mereka yang terkena syahwat duniawi, citacita
materi, prasangka ideologis, dan taklid buta terhadapnya, serta tidak mampu
mengembangkan rasa cinta akan kebenaran apa pun, akan gagal, atau lebih buruk lagi,
mengalihkan jalannya penelitian ilmiah dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai senjata
mematikan untuk digunakan melawan kemampuan terbaik umat manusia.
Tiada kegiatan intelektual yang muncul dari dan diarahkan oleh hasrat duniawi dan kepentingan
pribadi yang dapat benar-benar mendatangkan hasil bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika hasrat
yang mengotori jiwa serta perilaku tidak tepat seperti itu digabungkan dengan fanatisme dan
prasangka ideologis, hal ini pasti akan menempatkan rintangan tak teratasi di jalan menuju
kebenaran dan menuju penggunaan hasil kajian ilmiah agar bermanfaat bagi kemanusiaan. Oleh
karena itu, cendekiawan, lembaga pendidikan, dan media massa harus bekerja untuk
mengeluarkan penelitian ilmiah modern dari atmosfer yang tercemar mematikan akibat cita-cita
materialistis dan fanatisme ideologis, dan mengarahkan ilmuwan menuju nilai-nilai kemanusiaan
sejati. Langkah pertama adalah membebaskan pikiran dari takhayul dan fanatisme ideologis dan
membersihkan jiwa dari keinginan mendapatkan balasan dan keuntungan duniawi. Ini juga
adalah prasyarat pertama untuk memastikan kebebasan sejati dalam berpikir dan menghasilkan
ilmu pengetahuan yang baik. Setelah memerangi "kependetaan" dan gagasan keliru yang
dibangun atas nama agama, dan setelah menyalahkan mereka atas kemunduran, kepicikan, dan
fanatisme, ilmuwan harus bekerja keras agar senantiasa bebas dari menjadi sasaran tuduhan
serupa.
Tidak ada perbedaan antara penindasan intelektual dan ilmiah yang timbul dari hasrat
kepentingan dan kekuasaan dengan fanatisme ideologis dan pemikiran sempit yang didasarkan
pada gagasan agama yang keliru dan menyimpang serta dipegangnya kendali kekuasaan oleh
kaum agamawan. Nama asli dari agama yang diturunkan Allah senantiasa adalah Islam, yang
berarti kedamaian, keselamatan dan ketaatan kepada Allah. Hal ini benar, apakah itu diajarkan
oleh Musa atau Isa, atau disampaikan oleh Muhammad. Islam mendakwahkan dan menyebarkan
sopan santun, hormat terhadap nilai-nilai kemanusiaan, cinta, toleransi, dan persaudaraan.
Banyak ayat Al-Qur’an mendorong pengkajian alam semesta, yang dipandangnya sebagai tempat
pameran karya-karya Ilahi. Selain itu, Al-Qur’an meminta orang merenungkan penciptaan dan
ciptaan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab, bukan dengan cara jahat dan merusak.
Ketika mempelajarinya dengan pikiran terbuka, kita memahami bahwa Al-Qur'an menganjurkan
mencintai ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, keadilan dan ketertiban. Pada tataran relatif lebih
kecil berupa pemanfaatan ilmu pengetahuan dan hasil-hasilnya demi meraih kekuasaan dan citacita
duniawi dengan menindas orang lemah, sebagian orang telah menggunakan Al-Qur'an untuk
membenarkan kebencian dan permusuhan nurani gelap mereka. Sayangnya, di tangan orangorang
yang ingin menghabisi Islam, sikap tersebut telah digunakan untuk menggambarkan Islam
sebagai agama kebencian, permusuhan, dan dendam.
Islam secara harfiah berarti perdamaian dan keselamatan. Nabi mengartikan Muslim sebagai
seseorang yang dengannya orang lain merasa aman dan selamat akibat perbuatan tangan dan
lidahnya; dan mukmin (orang beriman), berasal dari kata “amn” (keamanan dan keselamatan),
sebagai seseorang yang meyakini dan memberikan jaminan keamanan, ketertiban, keadilan,
cinta, dan pengetahuan. Melalui cahaya yang dipancarkan Islam, banyak orang telah
membaktikan hidup mereka untuk kebahagiaan orang lain dengan mengorbankan kepentingan
pribadi, dan banyak yang lainnya telah membulatkan diri membimbing umat manusia menuju
kebahagiaan akhirat.
Didirikan di atas Al-Qur’an, Islam telah membangun ilmu pengetahuan dan pencariannya di atas
landasan niat menemukan makna keberadaan alam semesta dalam rangka mencapai Sang
Pencipta, dan untuk mendatangkan manfaat bagi kemanusiaan, bahkan bagi semua ciptaan, serta
untuk menjiwainya dengan keimanan, cinta, dan sikap mementingkan kebaikan bagi orang lain.
Inilah yang kita pelajari dari Al-Qur'an, kehidupan teladan Nabi, dan perilaku dari banyak sosok
yang meneladaninya secara sempurna dalam hal pikiran dan tindakan. Yeseren Dusunceler,
Izmir 1996, hal. 172-78[www.hidayatullah.com]
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segisegi
ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun
2005 diantaranya adalah :
· Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
· Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional,
umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
· Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
· Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip
tentang hal yang sedang dikaji.
· Harsojo, menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan
dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang
terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera
manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan
kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.
· Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
 Communality, The Liang Gie 1991
Sekumpulan proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang benar
dengan ciri pokok yang bersifat general, rational, objektif, mampu diuji kebenarannya (verifikasi
objektif), dan mampu menjadi milik umum .
 J. Haberer 1972
Suatu hasil aktivitas manusia yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan menjadi
pranata dalam masyarakat.
 J.D. Bernal 1977
Suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.
 E. Cantote 1977
Suatu hasil aktivitas manusia yang mempunyai makna dan metode.1977 -1992
 Cambridge-Dictionary 1995
Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan tujuan
tertentu dengan sistim, met ode untuk berkembang serta berlaku universal yang dapat diuji
kebenarannya.
Drs. H. Ali As’ad dalam buku Ta’limul Muta’allim menafsirkan ilmu sebagai :
“Ilmu adalah suatu sifat yang kalau dimiliki oleh seorang maka menjadi jelaslah apa yang
terlintas di dalam pengertiannya”
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal
yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika
membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya
matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi
perawat.
Ilmu (Bahasa Inggeris:Knowledge)merujuk kepada kefahaman manusia terhadap sesuatu
perkara, yang mana ia merupakan kefahaman yang sistematik dan diusahakan secara sedar. Pada
umumnya, ilmu mempunyai potensi untuk dimanfaatkan demi kebaikan manusia.
Biasanya, ilmu adalah hasil daripada kajian trhadap sesuatu perkara. Dalam hal ini, ilmu
sendiri juga boleh menjadi sasaran kajian dan menghasilkan apa yang dikenali sebagai "ilmu
mengenai ilmu", yakni epistemologi.
Ciri-ciri Ilmu adalah sebahagian daripada aspek kognitif yang terdapat dalam diri
manusia. Maka dengan itu ilmu adalah berkaitan dengan aspek kognitif manusia yang lain seperti
pengetahuan, pengalaman, dan juga perasaan. Tetapi pada masa yang sama, ilmu adalah berbeza
dengan perkara-perkara ini dan ciri-cirinya adalah seperti berikut:
Ciri ini membezakan ilmu dengan perasaan dan pengalaman. Contohnya, sesetengah
"pengalaman diri" seperti mimpi adalah sukar dipertuturkan melalui bahasa. Tetapi bagi ilmu, ia
haruslah sesuatu yang dapat dipertuturkan melalui bahasa.
Ilmu mempunyai nilai kebenaran
Sesuatu yang digelar sebagai ilmu biasanya dianggap benar. Ciri ini membezakan pengucapan
ilmu dengan pengucapan sasastera yang biasanya mengandungi unsur-unsur tahayul.
Ilmu adalah objektif. Ciri ini bermaksud bahawa ilmu adalah sesuatu yang tidak dapat
diubah menurut keinginan ataupun kesukaan seseorang individu.
Ilmu diperolehi melalui kajian
Ilmu adalah hasil daripada kajian. Ia bukanlah sesuatu rekaan. Ilmu mengenai cara memeroleh
ilmu itu dikenali sebagai perkaedahan penyelidikan ilmiah
Kandungan Ilmu sentiasa bertambah
Ilmu adalah sentiasa berada dalam proses pertemabahan, pemantapan dan penyempurnaan.
ilmu adalah sesuatu yang membedakan kita dengan mahluk tuhan lainnya seperti
tumbuhan dan hewan..
dengan ilmu kita dapat melakukan,membuat,menciptakan sesuatu yang dapat membawa
perbedaan yang lebih baik bagi diri kita sendiri.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang
mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu
alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan
karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau
subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah
harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari
kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,
ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari
kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Sifat-sifat ilmu
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan Harjono di atas, kita dapat melihat
bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang...
1. Berdiri secara satu kesatuan,
2. Tersusun secara sistematis,
3. Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai
sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
4. Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan
dipahami maknanya.
6. Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan
kapan saja di seluruh alam semesta ini.
7. Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan
penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran
yang lebih berkembang dari sebelumnya.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.
Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan
prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan
mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai
pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan
melakukan pengamatan dan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila
seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi
manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin
organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang
kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang
bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika.
Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan
empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan
sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi
masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan
status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif
dengan tahapan-tahapannya.
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang
dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia itu sendiri dan kehidupanya.
Sementara sumber-sumber pengetahuan adalah berasal dari tahu akan suatu peristiwa dan
realitas objektif di alam semesta ini, dan tahu adalah hasil daripada kenal,sadar, insaf, mengerti
dan pandai.
Perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan adalah terletak pada konsep dari
keduanya, dimana pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkn ilmu pengetahuan lebih
sistematis dan reflektif, sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmu pengetahuan adalah
keseluruhan system pengetahuan manusiayang telah dibakukan secara sistematis. Dengan
demikian pengetahuan jauh lebih luas daripada ilmu pengetahuan karena pengetahuan mencakup
segala sesuatuyang diketahui manusia tanpa perlu berarti telah dibakukan secara sistematis.
Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan tentang manusia mengetahui sesuatu,
jugamencakup praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkanberbagai persoalan hidup
yang belumdibakukan secara sistematis dan metodis.
Dalam beberapa tahun belakangan ini kita melihat adanya perubahan yang mendasar dari
evolusi kesadaran manusia yaitu mencari indentitas dirinya. Maka dimana-mana muncul
berbagai macam cara untuk memperoleh apa yang dinamakan ilmu pengetahuan tentang jati diri
dan cara memperolehnya. Orang yang membawa ilmu pengetahuan inipun berbeda dalam ciri
dan caranya sehingga muncul juga penafsiran yang berbeda tergantung sejauh mana pengertian
yang ia diperoleh. Ilmu pengetahuan adalah pengumpulan pengertian tentang suatu hal yang kita
dapat karena “tahu”.
Tahu berarti :
- menyerap perangsang indera
- berkesan, dan
- mengerti kesan itu.
Proses dari menerima perangsang indera bisa kita alami melalui :
- Melihat – indera penglihat.
- Mendengar – indera pendengar.
- Mencium – indera pencium.
- Meraba – indera perasa dan.
- Merasa – indera pengecap.
Banyak orang mencapai sukses dengan pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang
memiliki pengetahuan bisa mengelola sumber daya alam, menciptkan teknologi yang berguna
untuk menusia dan sebagainya.
Dari definisi diatas makan dapat dikatakan Ilmu pengetahuan secara etimologi
merupakan kata bentukan yang berasal dari 2 kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah suatu
hasil darti proses kerja otak, sedangkan pengetahuan yang berkata dasar tahu artinya sadar/insaf
dengan penambahan afiksasi pe-an ( pengetahuan) menjadi kata benda artinya kumpulan dari
hasil kesadaran manusia terhadap sesuatu. Misalnya kesadaran manusia terhadap fenomena alam
maka muncul Ilmu alam, kesadaran manusia terhadap fenomena sosial maka muncul ilmu sosial,
kesadaran manusia terhadap fenomena kebudayaan maka muncul ilmu budaya dan lain
sebagainya
ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 macam :
- Ilmu pengetahuan exacta (nyata)
- Ilmu pengetahuan abstrak (tanpa wujud)
Demikian yang bisa saya simpulkan, semoga paper ini bermanfaat bagimasyarakat pada
umumnya dan mahasiswa pada umumnya. Apabila makalah initerdapat kekurangan maupun
kesalahan dalam penulisan/pembahasan saya mengucapkan mohon maaf.
Sumber :
http://www.membuatblog.web.id
http://id.wikipedia.org/
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/
http://id.answers.yahoo.com
http://google.co.id
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan
pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa
common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat
dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan
pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena
kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan
lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003).
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau
menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir
rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai
dengan fakta.
Menurut Saya, Ilmu itu seperti Buku, yakni sebagian kertas yang sudah ditulis
isinya dan disusun dengan baik kemudian dijilid, sehingga menjadi buku. Sedangkan
pengetahuan adalah kertas-kertas yang masih berserakan di mana saja, yang belum
tersusun dengan baik.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Paradigm Shift

A. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu.
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan
dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu
study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset.
Dalam “The structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua
pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma
menunjukkan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit jika
digunakan sebagai model, pola, atau dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai
dasar bagi pemecahan masalah dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma
merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis.
Secara singkat pengertian paradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan
teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma
membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan
aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
B. Pandangan Kuhn tentang perkembangan Ilmu (open ended).
Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang
telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta
mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik. Dalam
teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan.
Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan
demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah
sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara
kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik.
Kuhn memberikan image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam
bebeapa stage, yaitu :
Pra paradigma – Pra ilmu – Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi- Paradigma
Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali- Krisis – Revolusi.
1. Pra paradigma-Pra ilmu
Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck
matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak
adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori
(fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak
terorganisir. Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu atau
lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Teori Epicurus, teori Aristoteles,
atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel yang keluar dari
benda-benda yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari medium yang
menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan cahaya sebagai interaksi
antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada kombinasi dan modifikasi
lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-sendiri. Sehingga sejumlah teori
boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa
wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri.
Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak
terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut halini tetap memberikan sumbangan yang
penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal akan
diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal diterima, maka
jalan menuju normal science mulai ditemukan.
Dengan kemampuan paradigma dalam membanding penyelidikan, menentukan teknik
memecahkan masalah, dan prosedur-prosedur riset, maka ia dapat menerima (mengatasi)
ketergantungan observasi pada teori.
2. Paradigma normal science
Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para
ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang
membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal yang telah diterima
tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi.
Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya definisi
yang ketat, meskipun demkian, didalam paradigma tersebut tercakup :
Beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan
asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian
paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma yang
telah membentuk teori elektromagnetik klasik.
Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe
situasi.
Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukumhukum
paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri.
Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu
paradigma.
Bebrapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-teki
science.
Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma
dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan tekateki
science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis (dalam
paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani gerak suatu
planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi yang sesuai untuk
penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan
keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan
pengukuran yang dapat dipercaya.
Dalam stage ini terdapat tiga fokus yang normal bagi penelitian science faktual, yaitu :
a) Menentukan fakta yang penting.
b) Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata
ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapkan dan menyususn
masalah-masalah yang harus dipecahkan; seringkali paradigma itu secara implisit terlibat
langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut.
c) Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih
tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja.
Barangkali ciri yang paling menonjol dari masalah riset yang normal dalam stage ini adalah
betapa sedikitnya masalah-masalah itu ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru
yang besar, yang konseptual atau yang hebat tetapi; normal science sasarannya adalah
memecahkan teka-teki dan masalah-masalah science. Teka-teki tersebut harus ditandai oleh
kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki
science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan
paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan
sebagai falsifikasi suatu paradigma.
Dalam pemecahan teka-teki dan masalah science normal, jika dijumpai problem, kelainan,
kegagalan (anomali) yang tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis.
Sebaliknya jika sejumlah anomali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh
paradigma muncul secara terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini
akan mendatangkan suatu krisis.
3. Krisis Revolusi
Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan
penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali
muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru.
Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan
kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-anomali
tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan
terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada
perubahan paradigma (revolusi).
Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali
tersebut :
a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih menentang
usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.
b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang
mendesak.
Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teoriteori
baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan
metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi
dubuis dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan
kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan
paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya suatu
paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula.
Setiap krisis selalu diawali dengan penngkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-kaidah
riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul, setidak-tidaknya
sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui dengan tegas.
Karya Lavoisier menyajikan kasus seperti itu. Notanya yang disegel diserahkan kepada akademi
Prancis kurang dari satu tahun setelah studi pertamanya yang seksama tentang perbandingan
Barat dalam teori Flegiston dan sebelum publikasi-publikasi Priestley secara tuntas menyingkap
krisis dalam kimia pneumatic. Demikian halnya dengan Thomas Young tentang teori gelombang
dari cahaya, muncul pada tahap awal sekali ketika krisis dalam optika sedang berkembang.
Persaingan antara paradigma yang telah dianut dan paradigma rival yang muncul, menandai
adanya kegawatan suatu krisis. Paradigma-paradigma yang bersaing akan memandang berbagai
macam pertanyaan sebagai hal yang sah dan penuh arti dilihat dari masing-masing paradigma.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai beratnya phlogiston adalah penting bagi para ahli teori
phlogiston, tetapi hampa bagi Lavoisier. Soal “aksi” pada suatu jarak yang tidak dapat
diterangkan itu, diterima oleh kaum Newton, tetapi ditolak oleh kaum Cartesian sebagai hal yang
metafisis bahkan gaib. Gerak tanpa sebab adalah mustahil bagi Aristoteles, tetapi dipandang
sebagai aksiomatik bagi Newton.
Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal
yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang berlainan
dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam semesta ini
terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi dan tidak
berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah). Paradigma yang
muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material yang sama. Kuhn
beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival) hidup di dalam dunia
yang berlainan.
Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing
tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak ada
argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma atas
lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan
perpindahan paradigma.
Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain
disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama
sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama).
Tidak adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan
mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :
a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori
ilmiah.
b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip
metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.
Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada
beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :
- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak
- Kemampuan memecahkan problem khusus
- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan
karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktorfaktor
yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma
adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal
itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis.
Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan
inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Kuhn,
perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni
membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan.
Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas kemampuannya
memecahkan masalah untuk masa depan.
Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan
paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru dan
berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding paradigma
klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi
ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai
pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan
paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di
masa depan.
Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya
dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan
paradigmanya walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan
science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap
sebagai ilmuan biasa.
Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan
(anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar
dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut.
C. Komentar Singkat tentang Konsep Science Kuhn
Konsep Kuhn tentang science progres yang terdapat dalam bukunya “The Structure Of Scientific
Revolution yang berpusat pada paradigma, telah mendobrak adanya citra suatu pencapaian
ilmiah yang absolut, atau suatu yang mempunyai kebenaran seakan-akan suigeneris dan objektif.
Kuhn menyatakan bahwa, pengetahuan tidak terlepas dari ruang dan waktu.
Konsep dan pandangan Kuhn tentang science progres tersebut memungkinkan terjadinya
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan revolusi besar menuju ke arah yang makin
mendekati kesempurnaan dan lebih sesuai dengan kondisi sejarah dan zaman.
Dengan konsep paradigmanya yang fleksibel dan tidak ketat di satu sisi, mampu mendukung
adanya tradisi-tradisi ilmiah dan melepaskan adanya ketergantungan observasi pada teori. Di sisi
lain, sifat paradigma yang tidak sempurna dan tidak terbebas dari anomali-anomali, mampu
mendorong terjadinya suatu revolusi science dan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan yang
pesat.
Jika mengikuti model konsep Kuhn tentang perkembangan ilmu tersebut, maka adalah suatu
kekeliruan serius jika seorang ilmuan hanya memegang satu paradigma klasik saja, sedang
anomali-anomali menyerang paradigmanya secara fundamental, walaupun tidak ada argumen
logis yang dapat memaksa ilmuan untuk melakukan konversi paradigma.
1. Paradigma lahir menurut zamannya
Setiap paradigma yang muncul adalah diperuntukkan mengatasi dan menjawab teka-teki atau
permasalahan yang dihadapi pada zaman tertentu. Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu
pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya
cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentusaja. Sehingga apabila
dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari
satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu keharusan.
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-usaha dalam menemukan
paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai perkembangan zaman
terus dilakukan. Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma perilaku sosial, dan
paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan berlawanan
diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat memecahkan permasalahan yang
lebih kompleks seiring dengan perkembangan zaman.
Dari hal tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam bidang tertentu jika terjadi
revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan dari paradigma klasik ke paradigma baru.
2. Aplikasi Paradigma dalam Ilmu Agama
Mungkinkan revolusi yang ditandai konversi paradigma tersebut terjadi dalam ilmu-ilmu agama?
Pertanyaan itu paling tidak mengingatkan kita pada sejarah penetapan hukum oleh salah satu
imam mazhab empat yang terkenal dengan qaul qadim dan jadidnya. Adanya perubahan
(revolusi) tersebut terjadi karena dihadapkan pada perbedaan varian kondisi ruang dan waktu.
Berpijak pada hal tersebut dan pola yang dikembangkan Kuhn maka sudah menjadi keniscayaan
untuk menemukan paradigma baru dalam menjawab permasalahan dan tantangan zaman.
Paradigma yang telah dibuat pijakan oleh para ulama terdahulu yang muncul sesuai dengan
varian kondisi ruang dan waktunya serta kecenderungan profesionalnya perlu dipertanyakan
dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat terakhir ini.
Sebagai contoh, pemikir muslim Hasan Hanafi dengan konsep kiri Islamnya, telah mencoba
menawarkan paradigma baru dalam ajaran pokok Islam, yakni Tauhid. Konsep atau ajaran
Tauhid yang hanya dipandang dan dilekatkan pada ke-Esaan Tuhan perlu dirubah dan diperluas
sebagai suatu konsep ketauhidanmakhlukNya sehingga akan terbentuk pola kehidupan umat
yang seimbang antara ritual dan sosial, lahir dan batin, dunia dan akherat. Sehingga umat dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia dengan baik. Dan masih banyak lagi bidang-bidang
yangperlu adanya pengembangan paradigma baru.
Ritzer dalam zamroni, membuat pengertian tentang paradigma yaitu pandangan yang mendasar dari
para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu
pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa
komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
(ahmad sihabudin dalam Jurnal Kampus Tercinta, 1996 : 43).
Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial dianggap sebagai barang
sesuatu yang berbeda dengan ide yang menjadi obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak
dapat dipahami melalui kegiatan mental murni. Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan
data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat dilihat, ditangkap dan diobservasi,
2. dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia hanya muncul
dalam kesadaran manusia (zamroni, 1992:24)
penjelasan paradigma definisi sosial bersumber dari karya Weber yang konsepsinya tentang fakta sosial
sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara struktur sosial dengan
pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk membentuk tindakan manusia yang
penuh makna (Zamroni, 1992 : 53)
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya sehingga akan membentuk citra subyektif seseorang—mengenai realita—dan akhirnya
akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Paradigma merupakan istilah yang
dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution (Chicago: The
Univesity of Chicago Prerss, 1970). Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau
pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Pemikir lain seperti Patton
(1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama dengan Khun, yaitu sebagai “a world view, a
general perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world [suatu pandangan
dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata].”
Kemudian Robert Friedrichs (1970) mempertegas definisi tersebut sebagai suatu pandangan yang
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai
pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
a. Arti Etimologis
Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal.
Berasal dari kata para yang berarti di samping memperlihatkan dirinya.
Arti paradigma ditinjau dari asal usul beberapa bahasa diantaranya:
 Menurut bahasa Inggris – paradigma berarti keadaan lingkungan.
 Menurut bahasa Yunani – paradigma yakni para yang berarti disamping di sebelah dan
dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketip, dan ideal.
 Menurut kamus psycologi – paradigma diartikan sebagai
1) Satu model atau pola untuk mendemontrasikan semua fungsi yang memungkinkan ada
dari apa yang tersajikan,
2) Rencana riset berdasarkan konsep-konsep khusus, dan
3) Satu bentuk eksperimental.
b. Arti Terminologis
Secara terminologis arti paradigma sebagai berikut:
 Paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan
konseptual terhadap suatu permasalah dengan menggunakan teore formal, eksperimentasi
dan metode keilmuan yang terpercaya.
 Dasar-dasar untuk menyeleksi problem dan pola untuk mencari permasalahan riset.
 Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya, yang merupakan
persfektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalah-masalah dunia nyata yang
kompleks.
c. C.J. Ritzer
Menurut C.J. Ritzer paradigma merupakan pandangan mendasar para ilmuawan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan yang seharusnya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan dua pendapat di atas, paradigma dapat digunakan dalam khasanah keilmuan
sebagai model, pola, dan ideal. Dari berbagai model, pola, dan ideal itulah penomena yang
dijelaskan paradigma tertentu menjadi dasar untuk menyeleksi berbagai problem serta polapola
untuk mencari dan menemukan problemriset.
Kesimpulan: Secara etimologi arti paradigma adalah suatu model dalam teori ilmu pengetahuan
atau kerangka berpikir.
Kesimpulan: Secara terminologi paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuwan tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu
pengetahuan.
Menurut Saya Shift Paradigm adalah Pola Pikir untuk memecahkan masalah yang sedang anda
hadapi.
Sumber :
http://google.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Paradigm_shift

Resistance Bands, Free Blogger Templates